Rabu, 17 Februari 2021

Kiat Menulis Buku dalam Seminggu

Prof. Richardus Eko Indrajit, demikian nama lengkap Beliau. Kiprahnya dalam dunia pendidikan tak diragukan lagi. Tidak hanya aktif di ruang kelas dalam universitas sebagai pengajar di berbagai perguruan tinggi, sebagai Guru Besar Bidang Komputer Perbanas Institute dan menjabat sebagai Rektor Universitas Pradita Jakarta saat ini. Namun Prof. Eko, sapaan akrab Beliau, juga aktif dalam berbagai program peningkatan kompetensi guru. Prof. Eko bergabung dalam PGRI dan menginisiasi PGRI Smart Learning Center and Character. Sebuah perangkat kelengkapan organisasi PGRI yang bertugas melakukan pengembangan profesi guru dan pendidikan karakter berbasis teknologi dan informasi. Selain itu Prof. Eko juga sering diundang sebagai narasumber, salah satunya dalam kegiatan belajar menulis online.

Kiat Menulis Buku dalam Seminggu menjadi tema yang sering diusung Prof. Eko dalam kegiatan Belajar Menulis Online. Memang terkesan mustahil, menulis dalam waktu seminggu dan mewujudkannya menjadi sebuah buku melalui penerbit mayor pula. Tetapi kenyataannya memang benar-benar berhasil. Banyak teman-teman guru yang sukses menyelesaikan tantangan Beliau untuk menulis dalam waktu seminggu dan berhasil menerbitkannya melalui penerbit mayor PT Andi Offset. Sebut saja Yulius Roma Patandean, Noralia Purwa Yunita, Theresia Sri Rahayu, Aam Nurhasanah dan yang lainnya. Mereka semua berkolaborasi dengan Prof. Eko dalam menulis bukunya dengan waktu hanya satu minggu.

Kiat yang diberikan cukup sederhana, yaitu dengan mengubah cara berkomunikasi via oral (mulut) ke dalam bentuk tulisan. Pilih satu topik yang sangat Anda sukai dan Anda kuasai.  Misalnya dari hobi, kegemaran, kesukaan, cerita, dan lain-lain. Kemudian ceritakan apa yang ingin Anda sampaikan tentang hal tersebut pada orang lain melalui tulisan.

Meskipun tampak mudah, tetapi banyak orang mengeluh kesulitan dalam menulis. Kehabisan ide dan konsistensi dalam menulis kerap menjadi sandungan bagi penulis. Macet menulis karena kehabisan ide merupakan hal biasa menurut Prof. Eko. Hal itu terjadi biasanya karena kelelahan. Maka beristirahatlah. Cari kegiatan lain, seperti bersantai dengan menghabiskan waktu bersama keluarga, mendengarkan musik, atau lainnya yang tidak ada hubungannya dengan menulis. Nah, setelah melakukan kegiatan atau bahkan saat melakukan kegiatan lain itulah biasanya ide akan muncul kembali.

Menyinggung tentang konsistensi. Tentunya hal ini bergantung pada diri penulis sendiri, seberapa kuat keinginannya untuk menghasilkan karya atau menerbitkan buku akan mempengaruhi konsistensi seseorang dalam menulis. Hambatan menulis menurut Beliau, sering datang dari diri kita sendiri. "Yang pasti paling banyak mengatakan tidak ada waktu, padahal justru saat pandemi inilah waktu paling tepat untuk menulis karena semuanya WFH," tambahnya.

Selain itu motivasi juga memegang peranan penting. Tiap orang membutuhkan motivasi dalam melakukan sesuatu, termasuk motivasi untuk menulis. Ketika seseorang mempunyai tujuan tertentu maka dia akan melakukan segala upaya untuk meraihnya dengan antusias.

Motivasi ini bisa tumbuh dari diri sendiri atau dari lingkungan. Menurut Prof. Eko, bahkan terkadang motivasi itu harus diciptakan jika ada pressure. Pressure bisa datang dari luar atau dari dalam diri sendiri, misalnya dengan membuat target. Seperti mulailah bercerita via tulisan satu halaman setiap hari, sekali lagi bukan via obrolan (mulut/verbal). Bagi pemula tentu menjadi tantangan luar biasa. Membiasakan bercerita melalui tulisan sebanyak satu halaman setiap hari. Huft ...! Jangankan satu halaman, satu kalimat saja bisa menghabiskan waktu berjam-jam. Namun bukan berarti tidak bisa. "Biasanya ... kalau sudah ketagihan, Anda bisa menaikkan porsinya menjadi 2-5 halaman per hari. Apalagi bagi teman-teman blogger, tinggal melakukan saja tanpa harus menunggu karena sebetulnya teman-teman sudah memiliki modal untuk menulis." ungkap Prof. Eko.


Selain itu menulis juga bisa dipicu karena hal-hal lain. Prof. Eko memberikan contoh dari pengalaman pribadinya. Misalnya kita orang tua yang sering sekali memberikan nasehat ke anak-anak remaja tapi mereka cuek atau tidak mendengarkan. Yang Prof. Eko lakukan adalah menulis nasehat tersebut dalam bentuk "surat untuk anakku yang kubanggakan", kemudian di print, dan meletakkan surat itu di meja anaknya. Alhasil, dia justru semakin cinta dengan ayahnya (padahal kalau dinasehati dia tidak mau). Suami dari penyanyi Lisa A. Riyanto ini juga sering memberikan puisi, pantun atau gurindam untuk istrinya, padahal susunan kata-katanya diambil dari rangkaian lagu-lagu yang diciptakan ayah mertuanya A. Riyanto. Dan itu berhasil membuat hubungan dengan pasangannya semakin romantis.  Pada kesempatan lain Prof. Eko menulis surat yang berisi tentang masa kecil bersama orangtuanya, kemudian memberikannya sebagai hadiah pada ulang tahun kedua orangtuanya. Tentu menjadi a priceless moment bagi mereka.

"Semua bisa dituliskan. Bahkan jaman sekarang, publikasi itu tidak lagi harus berbentuk buku. Anda bisa menerbitkannya dalam bentuk e-book kok. Seperti musik. Jarang yang menjual kaset atau CD lagi. Semua yang dijual adalah file ... membuat e-book lebih cepat dan membuat dampaknya lebih besar daripada buku klasik dengan format fisik." kata Prof. Eko.

Jenis tulisan yang kita buat, bergantung pada ketertarikan kita pada sesuatu yang akan menjadi ide dalam menulis. Dengan mengutip pepatah yang mengatakan, "Jika anda melakukan hal-hal yang anda sukai, anda tidak akan merasa bekerja satu detik pun!" Prof. Eko meyakinkan pada kita bahwa kita dan siapa saja bisa melakukannya (menulis), apapun jenisnya. Prof . Eko mengatakan bahwa setiap tulisan itu sudah ada pembacanya masing-masing. Tidak mungkin kita buat tulisan yang bisa memuaskan banyak orang. "Tidak perlu menghiraukan mereka yang mencemooh atau menghina kita. Yang penting tulisan yang kita buat tulus, dan dari lubuk hati terdalam. Pencipta kita yaitu Tuhan YME itu tersenyum setiap kali kita menghasilkan tulisan yang berisi kejujuran dan ide dari kita sebagai mahluknya yang jauh dari sempurna." Sungguh sangat memotivasi sekali apa yang disampaikan Prof. Eko ini, khususnya bagi penulis perintis untuk tidak ragu-ragu lagi dalam menunjukkan karyanya pada orang lain.

" Intinya adalah bahwa menulis itu bukan saja bertujuan untuk publikasi. Bagi saya menulis adalah untuk meningkatkan imunitas tubuh (supaya tidak mudah terjangkiti covid). Karena dengan menulis saya dapat membuat orang lain bahagia, tersenyum, gembira, tertawa," lanjut Prof. Eko. Jadi marilah mulai menulis setiap hari. Tak mengapa memulainya dari sebait puisi atau sebuah pesan kebaikan. Asalkan ditulis secara konsisten.  Karena sesuatu yang besar itu selalu dimulai dari hal-hal yang kecil.

"Harimau mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan nama. Artinya adalah bahwa dari semenjak dulu nenek moyang kita ingin agar kita menulis, karena hanya dengan menulislah maka kita dapat hidup seribu tahun lagi," kata Prof. Eko mengakhiri perbincangan.


Menulis adalah doa, menulis adalah cinta, menulis adalah karya, menulis adalah jiwa, menulis adalah manusia.

(Prof. Richardus Eko Indrajit)





#Semangat Belajar

#Berani kepo itu luar biasa


Tidak ada komentar:

Posting Komentar