Senin, 14 Juni 2021

Alarm Tubuh


 
sumber gambar: Fimela.com



Sejak tadi malam kepalaku pusing. Sudah rebahan bahkan tidur lebih awal tapi pagi ini masih terasa pusing saja. Alarm tubuhku memberi sinyal. Tanda bahwa ada yang kurang beres dalam tubuhku.

Teringat pertemuan dengan seorang kemarin pagi. Dia membawa timbangan badan dengan banyak tombol. Setelah meminta aku untuk mencoba dan membaca hasilnya, menurut temanku ada kelebihan lemak di perut. Ya...ya...memang aku sedikit gendut sekarang. Ada indikasi cepat lelah, aku membenarkannya lagi. Akhir-akhir ini memang aku merasakannya dan sering. Kesimpulannya aku tidak sedang dalam keadaan baik-baik saja, meskipun tampak sehat.

Setelah mengevaluasi pola makan dan pola tidurku beberapa hari, bulan bahkan beberapa tahun yang lalu memang tidak heran jika sekarang alarm tubuhku sering menyala. Sering pusing dan cepat capek itulah sinyal yang kerap kuterima. Salah satu cara untuk memperbaikinya adalah dengan merubah gaya hidup.

Saat ini banyak sekali orang yang mengubah gaya hidupnya dan beralih ke gaya hidup sehat. Dengan jargon " Back To Nature" banyak orang menggunakan pengobatan herbal dan mengonsumsi makanan alami, dari menu makanan dengan sedikit pengolahan sampai raw food untuk mendapatkan asupan gizi yang maksimal. Seperti paparan dr. Tan Shot Yen tentang makanan sehat, bahwa makanan yang bisa memenuhi kebutuhan tubuh kita adalah makanan sesungguhnya.

Namun kali ini kita akan belajar tentang kebalikan dari makanan sesungguhnya, yaitu makanan budaya. Makanan yang banyak dan mudah ditemukan disekitar kita.

Ciri-ciri makanan budaya (CULTURE FOOD) adalah :

· - Tidak ada di alam sama sekali

· - Makanan ini muncul setelah manusia ada

Contohnya adalah makanan yang di masak di rumah, masakan kuliner dan makanan-makanan pabrikan yang disukai anak-anak dengan berbagai bentuk dan rasa yang menggoda..

Terkait banyaknya pabrik yang mengatakan bahwa produknya dihasilkan dari bahan alami dr. Tan mengingatkan bahwa yang perlu menjadi perhatian adalah sealami apapun sebuah produk apabila sudah melalui banyak proses pengolahan dan mempunyai masa kadaluarsa apalagi dengan masa kadaluarsa yang begitu panjang/lama maka produk itu bukan produk sehat, ditambah lagi cara pengawetan yang melalui banyak tahapan-tahapan. Proses pengawetan tidak selalu dengan cara menambahkan zat kimia bisa juga melalui pemanasan, penambahan gula atau garam.

Jadi prinsip makanan budaya adalah makanan yang dibuat manusia karena adanya perkembangan budaya.

Dalam makanan budaya terutama produk pabrikan dengan proses pengolahan bertahap yang panjang dan juga ditambah proses pengawetan menunjukkan bahwa produk tersebut telah jauh dari kata alami yang berarti jauh dari apa yang dibutuhkan tubuh. Namun bukan berarti tidak boleh dikonsumsi atau selamanya jelek hanya saja jangan berlebihan dalam mengonsumsinya. Masalahnya pada saat ini banyak orang terlalu fokus pada makanan budaya dan meninggalkan makanan sesungguhnya yang disediakan oleh alam. Sehingga hal ini dapat mempengaruhi kestabilan enzim yang ada pada tubuh yang berujung pada kesehatan yang bermasalah.

Untuk itu saya mengajak sobat semua untuk lebih bijak dalam memilih dan memilah makanan yang kita asup demi menjaga kesehatan kita. Jangan seperti saya, alarm tubuh jadi sering menyala. Dan itu tidaklah sulit karena mudah bagi kita yang tinggal di Indonesia untuk mendapatkan makanan sehat dengan beragam menu makanan yang berbahan dasar dari makanan alami seperti gado-gado, lalapan, pecel, urap-urap, trancam, asinan betawi dan karedok. Makanan itu sudah akrab sekali dengan kita dan semua lezat yang tentunya menyehatkan.

Sekali lagi, makanan sehat adalah makanan yang semakin mendekati bentuk aslinya di alam.

Makanan yang sehat adalah makanan yang alami.

#Resume Paparan dr.Tan Shot Yen

#Berusaha kembali ke makanan sesungguhnya

#Salam sehat

17 komentar:

  1. Betul banget Bu. Zaman sekarang begitu banyak ragam makanan budaya. Untuk usia setua sayapun dibuat penasaran ingin icip2, nmaun apa yg terjadi? Kolesterol meninggi, asam urat juga, dsb..hmmm..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama Ambu..saya juga suka tergoda wkwkwk...
      Sehat selalu ya Ambu

      Hapus
  2. Wah informatif sekali. Huhu, sayang Ditta termasuk yang kurang suka sayuran (lebih banyak makan buah daripada sayur). Nah kalau pete, kemangi, atau lalapan sih suka. Hihi meski begitu sejak hamil mulai memaksakan diri suka sayur. Hhee

    Lotek karedok pun mulai menikmati.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Buah juga bagus apalagi kalau dikonsumsi pagi hari karena mudah dicerna tubuh.
      Mulai dari yang familier dengan lidah kita saja dulu Bu Ditta nanti juga terbiasa
      Salam sehat

      Hapus
  3. Untung saya suka sayuran ...salam literasi Bu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya sedang mencobanya Pak
      Salam literasi juga untuk Bapak

      Hapus
  4. Kenapa jadi ribed banget tentang makanan ya? Dunia yang semakin tua, onderdil tubuh pun makin manja.
    Nenekku dulu umurnya panjang, sakitnya waktu mau meninggal.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe...pasti nenek Pak D dulu lebih banyak makan "makanan sesungguhnya", jadi onderdil tubuhnya lebih awet.
      Pokoknya semangat sehat dah...^-^

      Hapus
  5. Nugget lagi... nugget lagi...
    selama ini lambung saya dimasuki bahan makanan yang mengandung bahan pengawet...
    sudah waktunya alarm tubuh berbunyi, dan segera memperbaiki pola makan.
    Terimakasih tulisan yang menyadarkan diri

    BalasHapus
  6. Sudah semakin banyak dikelilingi makanan budaya. Tapi karena di desa alhamdulillah masih lumayan diimbangi makanan dari alam.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hmm... membayangkan makanan alami yg berlimpah di desa Bund

      Hapus
    2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
  7. Kembali ke alam.. Bismilah jaga pola makan jaga pola tidur semoga kita selalu sehat.aamiin

    BalasHapus
  8. Nah, ini informasi yang sangat bermanfaat. Apalagi bagi orang-orang yang sudah terlanjur termakan oleh iklan di TV maupun internet. Produk kemasan kok dikatakan produk alami? Alami dari Hongkong? Hehe...

    Tapi, produk kemasan itu menjadi incaran orang karena praktisnya. Tinggal ambil di minimarket misalnya, bayar, lalu makan atau minum deh! Cocok banget ketika di perjalanan, entah itu pakai motor maupun mobil, bahkan di kapal juga di pesawat terbang.

    Namun, perlu memang diperhatikan konsumsinya. Berapa banyak dalam satu hari itu perlu diukur. Jangan hanya karena lapar mata, lalu ambil semua produk yang kemasan. Apalagi kalau frekuensinya pagi, siang, malam, begitu seterusnya.

    Anak saya yang kecil pernah bengkak matanya gara-gara sering makan makanan kemasan. Alerginya muncul. Alhamdulillah, sudah sembuh. Sekarang, perlu dijaga lagi konsumsi makanannya. Oke, semoga kita dan anak-anak kita selalu sehat dan sejahtera. Aamiin...

    BalasHapus