Senin, 06 September 2021

A Big Day


                                      
Minggu adalah hari kerja bakti bagi keluargaku.
Kenapa hari Minggu?
Jelas karena pada hari Minggu kami semua libur.
Sehingga kami punya waktu luang yang cukup untuk berbenah di rumah.
Sekedar menata ulang letak pot bunga di halaman, merapikan pagar tanaman di halaman belakang rumah, merapikan isi almari pakaian, atau membersihkan kamar mandi. 

Hari Minggu kemarin, Pak Suami memperbaiki atap rumah.  Pak Suami mengganti kayu reng yang keropos.  Hm...rupanya banyak juga kayu reng yang sudah keropos.  Pak Suami sudah menyiapkan bambu untuk menggantinya.
Saat adzan ashar terdengar,  pekerjaan Pak Suami sudah hampir selesai. 
Aku bersiap memegangi tangga bambu karena Pak Suami akan turun.  Perlahan anak bungsuku datang  menghampiri.
"Bu, sebetulnya aku ingin khitan," katanya dengan suara lirih.
"Oh ya..!" sahutku bersemangat.  Sudah lama aku menantikan permintaan ini.  
"Ya Bu.  Tapi aku masih takut," ujarnya.
"Hm...begitu," kataku sambil membetulkan letak tangga.
Aku menoleh ke arahnya.  Tampak keraguan di mata Si Bungsu.  Rupanya keinginannya masih belum bisa mengalahkan perasaan takutnya.
"Kalau begitu kita tunggu saja, sampai Awan betul-betul yakin untuk berkhitan ya," kataku mencoba menenangkannya.
"Tapi aku ingin segera khitan," katanya.
"Kalau begitu Awan inginnya kapan?" tanyaku.
"Besok" jawabnya.
Segera aku memalingkan wajah dan menatapnya lekat-lekat.
"Kamu yakin?" tanyaku.
"Ya Bu, biar cepat selesai," jawabnya.
"Baiklah, nanti ibu sampaikan ayah," kataku setengah tak percaya.

Setelah sholat maghrib aku sampaikan niat Si Bungsu untuk khitan pada Pak Suami.
"Coba Ayah tanya lagi, untuk meyakinkan.  Kalau memang sudah bulat niatnya, habis isya' Ayah segera saja ke Pak Mul," kataku.
Pak Mul adalah seorang mantri kesehatan yang melayani khitan di desaku.
Sebentar kemudian kudengar samar-samar percakapan mereka dari dapur. Hening sejenak.  Tiba-tiba Pak Suami sudah ada di belakangku.
"Awan bilang mau khitan besok," katanya.
"Ya sudah, Ayah buat janji dengan Pak Mul untuk besok." kataku sambil meneruskan mencuci piring.
Setelah selesai urusan dapur, aku segera menyiapkan pakaian Awan.  Aku juga menyiapkan bahan untuk membuat jenang abang untuk selamatan besok. Begitulah adat di tempat kami.  

Jenang abang adalah bubur yang dibuat dari beras  ketan yang diberi gula jawa atau gula pasir yang dilelehkan di wajan sehingga warnanya menjadi coklat tua.  Kemudian disiram santan.

Malam terasa begitu cepat.  Selepas subuh Awan sudah bersiap berangkat khitan. Hari ini  adalah hari istimewanya.  Hari bersejarah yang akan dia ingat selamanya.  
Today is a big day, historic day for him
 "Adik berangkat dulu dengan ayah.  Ibu cari becak," jelasku saat mengantarnya keluar rumah.  
Tampak kegugupan di wajahnya saat tahu aku tidak bisa mendampinginya.  
Ah...maafkan ibu nak.  Sebenarnya itu hanya alasanku saja karena aku tidak akan tahan kalau harus mendampinginya.  

Setelah mendapat becak, aku segera meluncur ke rumah yang sekaligus menjadi tempat praktek Pak Mul.  Alhamdulillah proses khitan berjalan lancar.  Dari kejauhan tampak anakku tersenyum lega.  Dengan wajah ceria dia segera naik becak, sementara aku mengikutinya dengan motor. 
Ucapan syukur tak henti-hentinya kupanjatkan.  
Alhamdulillah.
Teriring doa semoga menjadi anak yang sholeh.
Aamiin.



 




6 komentar:

  1. Keren... Bunda, trimks share pengalaman.Semoga kakak yg baru disunat cepat sembuh kembali, jd anak yg sholeh,pintar dlm belajar, banyak rizkinya serta selalu sehat wal'afiat, Aamiin...

    BalasHapus
  2. Selamat berkhitan, mulai menjadi anak dewasa, ya.

    Jadi ingat khitan dulu, banyak saudara memberi uang saku.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih Pak D
      uang sakunya..
      betul..betul..betul
      wkwkkwk

      Hapus
  3. Hebat sudah berani melawan ketakutannya untuk Ananda. Semoga menjadi anak yang sholeh.

    BalasHapus
  4. Aamiin..
    Terima kasih Bunda ^-^

    BalasHapus