Kamis, 07 Oktober 2021

Hana

Siang itu Hana tampak gelisah.  Beberapa kali tampak jarinya menggeser layar HP yang kami pakai bertiga.  Sejak dilaksanakannya PJJ, aku memang berbagi HP dengan Hana dan adiknya.
Repot juga sih..karena aku harus selalu membuka laptop untuk mengikuti informasi-informasi dari tempat kerjaku yang sering dibagikan melalui WAG ketika handphoneku dipakai anak-anak.  Tapi keuntungannya aku bisa memantau kegiatan PJJ yang diikuti anak-anakku dan berbagai informasi dari sekolahnya.  
Seperti saat ini, ada informasi untuk mengikuti kegiatan vaksin bagi siswa kelas X berkenaan dengan akan dilaksanakannya PTM di sekolah Hana.  Aku memang tidak segera memberitahu Hana tentang vaksin itu karena aku tahu dia pasti menolaknya.  Bukan apa-apa...hanya karena dia takut suntik saja.

Ada pengalaman yang tidak menyenangkan soal suntik menyuntik ini.  Waktu itu Hana masih duduk di kelas VII.  Suatu saat di sekolahnya ada kegiatan imunisasi, rupanya Hana tahu sehingga dia memilih tidak masuk sekolah karena takut.  Kemudian pihak sekolah memberitahu bagi siswa yang belum imunisasi agar menyusul imunisasi ke Puskesmas.  Hana tidak mau.  Setelah melalui negosiasi yang cukup alot, akhirnya dia mau imunisasi dengan syarat imunisasi di tempat  kakak sepupunya, Revin.  Revin adalah  seorang bidan.  Kebetulan dia juga bekerja sebagai tenaga honorer di Puskesmas Pembantu dan membantu imunisasi di sekolah-sekolah.  Akhirnya aku menghubungi Revin untuk minta tolong supaya Hana bisa imunisasi tanpa harus ke Puskesmas.

Pada hari yang ditentukan, aku, Hana dan kakaknya yang kebetulan juga belum imunisasi karena sakit waktu itu pergi ke rumah Revin.  Sesampainya di sana lagi-lagi Hana menolak untuk imunisasi, kali ini dia menangis.  Kakaknya berusaha menenangkan Hana. Tapi tangis Hana malah semakin keras.  Sekali lagi kutenangkan Hana sambil kupegangi layaknya muridku yang duduk di kelas 1 SD.  Revin sudah menyuntiknya ketika Hana berontak. Hana lepas dari peganganku karena aku tidak kuat menahannya.  Sampai-sampai jarum suntik yang menempel di lengannya lepas dari spuitnya.  Untung saja jarumnya tidak patah. Aah...Hana.

Dan sekarang, sekali lagi Hana harus mengikuti serangkaian kegiatan vaksin. Disuntik lagi. 
 "Apa harus vaksin Bu?" beberapa kali Hana menanyakan hal itu. 
"Kalau mau mengikuti PTM ya vaksin dulu Mbak," jawabku ringan.
"Tapi aku takut Bu," rajuknya.
"Kalau nggak vaksin ya nggak bisa ikut PTM Mbak. Apalagi di kelasnya Mbak Hana kan masih kurang dari 50% yang sudah vaksin?" sahutku sambil merapikan meja makan.
Seharian hingga malam itu Hana masih bimbang untuk mengikuti vaksin.  Sampai akhirnya Hana memutuskan bersedia ikut vaksin keesokan harinya.  Kulihat matanya sembab ketika menyodorkan surat pernyataan bersedia mengikuti kegiatan itu yang di tanda tangani orang tua.  
"Sudah yakin betul ikut vaksin?" tanyaku meyakinkan.
"Aaah...ibu nggak usah tanya gitu ah!" tukasnya.  Kulihat matanya berkaca-kaca.  Hmm..rupanya Hana masih takut. Segera kuserahkan kembali surat pernyataan itu.

Dua hari sebelum vaksin dilaksanakan, pihak sekolah memberitahu kalau pelaksanaan vaksin diundur sampai waktu yang tidak ditentukan karena kehabisan kuota. Kebetulan pada hari itu aku dapat informasi sebuah pondok pesantren di dekat tempat kerjaku mengadakan vaksin dengan kuota untuk umum yang lumayan banyak.  Segera kuajak Hana kesana.  Tanpa penolakan dia segera mengikutiku, mungkin karena merasa tidak punya pilihan lain.  Sesampainya disana antrian sudah panjang padahal hari masih pagi.  Hampir saja Hana tidak dapat nomor antrian, untung saja ada santri yang tidak hadir sehingga Hana bisa menggantikannya. 

Selama menunggu giliran masuk ruang antrian, berulang kali Hana minta didampingi saat vaksin nanti. Dan selalu ku"iya"kan. Setelah hampir 2 jam menunggu kini tiba gilirannya memasuki tempat antrian.  Sesekali Hana melihat ke arahku. Sampai tiba gilirannya untuk di vaksin tampak dia mencari-cariku.  Rupanya dia masih ketakutan.  Kulihat dia mencoba untuk minta ijin agar aku bisa mendampinginya.  Melihat gelagat yang tidak enak, tanpa berlama-lama segera aku menghampirinya.  Aku minta ijin pada petugas untuk mendampingi Hana.  Segera dia memelukku sambil membiarkan lengan kirinya disuntik.  Erat sekali dia memelukku. Tampak jelas kalau dia ketakutan sekali. 

Setelah selesai kuajak dia duduk ditempat yang sejuk.  Wajahnya sudah pucat dan jalannya juga agak sempoyongan.  
"Boleh sambil tiduran Bu? Kepalaku pusing sekali," kata Hana sesampainya di bangku taman halaman pondok itu.
"Boleh," sahutku sambil menggeser tempat dudukku agar Hana bisa tidur dipangkuanku.  
"Minum dulu Mbak," kataku sambil menyodorkan sebotol air mineral sebelum Hana merebahkan tubuhnya.  
Wajahnya yang tampak pias berkeringat.  Kukipasi Hana sambil berharap dia tidak pingsan. Kasihan sekali dia.
Tak lama kemudian nama Hana dipanggil untuk mengambil surat keterangan sudah melaksanakan vaksin dosisi 1.  
"Biar ibu saja yang ambil," kataku.
Alhamdulillah Hana sudah tampak lebih segar dan bertenaga ketika aku menghampirinya.
"Simpan yang baik Mbak.  Nanti surat itu dibawa ketika vaksin dosis 2," jelasku.
"Ya Bu,"jawabnya singkat sambil memasukkan surat keterangan itu ke dalam tasnya.
"Kita pulang sekarang ya.  Sudah tidak pusing lagi kan?" ajakku.
"Ya Bu sudah enakan," jawab Hana sambil beranjak dari bangku itu.
Kami pun pulang dengan perasaan lega.
Semangat Hana tinggal sekali lagi untuk dosis 2.

#7 Oktober 2021

18 komentar:

  1. Waah..bnyak juga ya yang takut dunyik hehe .semsngat Hanna .. . Ternyata ga sakit kan?

    BalasHapus
  2. Mirip dg anak sulungku. Ketika SD dapat imunisasi sampai membiru bibirnya hanya krn takut. Sekarang sudah jd guru SMA, ketika dia divaksin tlpn saya untuk menemaninya😄

    BalasHapus
  3. Hm .. masih trauma kan?!
    Sehat-sehat terus Ambu

    BalasHapus
  4. Akhirnya Hana di vaksin...
    Lega rasanya setelah membaca tulisan ini!

    Mungkin penulisannya dapat diberikan paragraf, agar pembaca tidak ngos-ngosan membacannya... (sedikit saran, mohon maaf)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Siap direvisi Mas Indra...kejar tayang
      Main upload aja 😄

      Hapus
  5. Namanya anak-anak, pastilah ada ketakutan tersendiri, terutama kalau mau disuntik. Itu biasanya berasal dari persepsi orang dewasa sendiri atau mungkin dari teman-temannya yang mengatakan bahwa disuntik itu sakit. Kenyataannya tidak sama sekali bukan?

    BalasHapus
  6. Cerpen ya BU......mantap salam literasi

    BalasHapus
  7. Tempat saya tidak hanya muridnya, gurunya juga ada yang takut disuntik. Barangkali ada trauma. Tapi akhirnya melewati juga akhirnya.

    BalasHapus
  8. Sama Bu
    Trauma memang meninggalkan bekas yang dalam
    Alhamdulillah bisa melewatinya
    😊

    BalasHapus
  9. Alhamdulilla, akhirnya Hana mau divaksin. Semoga yang kedua tetap aman kondisinya. Semoga sehat terus Hana bersama srluruh keluarga.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin...salam sehat juga untuk Bu Ros sekeluarga

      Hapus
  10. Banyak sih yang takut mau divaksin karena takut jarum suntik nya sih. Tapi ternyata sakitnya nggak lama. Cuma hitungan detik atau menit lah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul Pak, tapi hebohnya itu luar biasa ^-^

      Hapus
  11. Akhirnya Hana bisa ikut PTM ya. Keren Bun

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya Bu, akhirnya bisa ikut PTM
      Terima kasih sudah mampir ^-^

      Hapus