Selasa, 25 Mei 2021

Mental dan Naluri Penulis


Untuk menjadi penulis dibutuhkan niat, pengetahuan dan penguasaan dalam tehnik kepenulisan.  Namun ada satu lagi yang penting untuk dimiliki seorang yang berniat menjadi penulis yaitu mental penulis.  Karena dengan memiliki mental penulis maka seseorang akan menjadi penulis yang berkelanjutan, bukan penulis yang hanya seumur jagung. 
Demikian kata pembuka Ditta Widya Utami salah satu guru IPA di SMPN 1 Cipeundeuy, Subang, Jawa Barat, saat mengisi KulWA Belajar Menulis. 
Bagaimana mental seorang penulis itu? 
Berikut hasil menyimak paparannya.

Mental Seorang Penulis

Teknik menulis dan mental seorang penulis adalah dua hal yang tak bisa dipisahkan dalam diri penulis.

Ditta mengibaratkannya seperti jiwa dan raga, keduanya harus ada agar penulis dan tulisannya bisa "hidup".

Teknik menulis yang dimaksud mencakup kemampuan seseorang dalam menulis. Mulai dari pemilihan kosa kata, kemampuan membuat outline, pemahaman mengenai gagasan utama, berbagai jenis tulisan, serta pengetahuan lain yang bersifat teknis.

Sedangkan mental penulis merujuk pada kondisi psikologis atau batin si penulis itu. 

Mental yang harus dimiliki penulis tersebut digambarkan dalam mind map dibawah ini.

sumber : dittawidyautami.blogspot.com

Salah satu mental yang harus dimiliki penulis adalah siap belajar. 

Lebih jauh Ditta menjelaskan mental penulis ini dengan lebih menitikberatkan pada keseimbangan teknik dan mental penulis.

Berdasarkan analisis Ditta, dilihat dari keseimbangan teknik dan mental penulis, maka ada 4 Tipe Penulis, yaitu :

1. Dying writer

Dying Writer atau penulis yang sekarat. Termasuk dalam kategori ini adalah mereka yang lemah secara teknik pun lemah mentalnya sebagai seorang penulis.

Seolah hidup segan mati tak mau. Misalnya ikut pelatihan menulis setengah hati (lemah mental) dan tidak berkarya membuat tulisan (yang bisa jadi karena lemah teknik, tidak tahu bagaimana harus menulis, mendapatkan ide, dan sebagainya)

Tipe ini bukan berarti tak mampu membuat tulisan. Hanya saja, diperlukan upaya ekstra agar orang-orang ini "mau" hidup sehat kembali untuk menulis. Ibaratnya menjadi penulis masih sekedar angan-angan tanpa aksi nyata.

2. Dead man

Sesuai namanya, tulisan dari kategori ini "mati". Tidak diketahui keberadaannya. Terkubur di folder laptop. Terbungkus lembaran diary. Atau notes yang ada di HP. Belum terpublish.

Tekniknya ada (sudah mampu menulis), hanya mentalnya masih lemah (malu, takut dikritik dan sebagainya) sehingga tidak berani mempublish tulisan. Belum berani membuat buku atau artikel. Padahal ilmu tentang kepenulisannya sudah mumpuni.

3. Sick people

Orang-orang dalam kelompok ini adalah yang masih lemah teknik menulisnya namun sudah cukup memiliki mental seorang penulis sehingga sudah berani mempublish tulisannya.

Mereka sudah siap jika ada yang mengkritik, mengomentari tulisan mereka dan sejatinya sadar masih terdapat kekurangan dalam tulisannya.

Misal typo, penggunaan kata yang sama berulang kali, paragraf yang terlalu panjang, dan sebagainya.

Obat bagi kategori ini tentu saja terus menulis. Tingkatkan jam terbang dalam menulis. Insya Allah dengan sendirinya akan sembuh.

Karena semakin banyak menulis, semakin banyak review, semakin banyak baca, sehingga bisa meminimalkan kesalahan dalam penulisan karya.

4. Alive

Terakhir tentu saja kategori terbaik, yaitu alive, yaitu penulis yang tulisannya hidup dan senantiasa berkarya seperti jantung yang terus berdetak saat pemiliknya bernyawa.

Orang-orang dalam kelompok ini sudah bisa dikatakan "ahli" menulis (kuat teknik) serta kuat mentalnya.

Cirinya mudah. Meski tingkatan ahli ada pemula, menengah dan sangat ahli, tapi secara umum kita bisa mengenali mereka.

Misal saat menulis sudah seperti kebutuhan primer seperti makan. Ibaratnya, jika tak makan akan lapar. Begitu pula mereka yang hidup dalam menulis. Akan lapar menulis bahkan jika sehari saja tak membuat tulisan.

Ciri yang paling kentara dari kelompok ini tentu saja seperti juara lomba menulis, bukunya tembus di jurnal nasional, di media massa, dan sebagainya.

Kelompok alive ini termasuk kategori pembelajar sejati. Selalu berproses. Mampu hadapi tantangan menulis (meski puasa tetep nulis, walau sibuk menyempatkan nulis, dan sebagainya.

Pertanyaannya, apakah kita bisa menjadi alive

Jawabannya TENTU BISA!

Caranya? Dengan terus aktif menulis dan memupuk mental penulisnya.

Salah satu kendala yang sering ditemui adalah adanya ketakutan untuk menulis/mempublish tulisan. Dari hasil analisis kuesioner yang dilakukan Ditta tentang ketakutan seseorang utnuk menulis/mempublish tulisannya, ketakutan tersebut dapat dikategorikan menjadi 2 macam, yaitu :

1. Takut terkait teknik penulisan 

Ketakutan pada kategori ini lebih pada rasa takut akan adanya ketidaksesuaian kaidah penulisan, tidak sesuai aturan penerbit, alur dan pesan tulisan yang masih belum tampak, serta ketakutan lain yang sejenis.

2. Ketakutan yang berhubungan dengan (penilaian) dari orang lain. 

Misalnya takut dicemooh, diejek, tidak dibaca, dan sebagainya.

Tetapi ada bahkan banyak diluar sana orang-orang yang tidak merasakan ketakutan-ketakutan semacam itu.

Nah inilah yang patut kita contoh.

Teknik menulis akan membaik jika kita sering berlatih menulis. Mental penulis akan terbentuk ketika kita terus melatih diri mempublikasikan tulisan kita untuk dibaca oleh orang lain.

Jika mau jadi penulis hebat, kita harus mau meningkatkan teknik dan mental menulis kita.


Naluri Penulis

Pengertian naluri menurut KBBI online adalah (n) 1 dorongan hati atau nafsu yang dibawa sejak lahir; pembawaan alami yang tidak disadari mendorong untuk berbuat sesuatu; insting; 2 Psi perbuatan atau reaksi yang sangat majemuk dan tidak dipelajari yang dipakai untuk mempertahankan hidup, terdapat pada semua jenis makhluk hidup;

Penulis sejati berangkat dari keresahannya. Membuatnya berbuat melalui "tulisan". Ia mengubah dunia dengan tulisan. Mengubah orang-orang melalui goresan tintanya.

Orang yang memiliki naluri penulis, akan mengoptimalkan seluruh inderanya sehingga bisa menghasilkan karya berupa tulisan.

Ketika ada seseorang ketika menemui suatu peristiwa di sekitarnya, kemudian tergerak membuat tulisan tentang peristiwa tersebut. Maka orang tersebut adalah sosok yang memiliki naluri penulis.

Demikian juga ketika ada lagu syahdu yang bisa menjadi renungan, kemudian ia tuangkan dalam bentuk tulisan.  Ini pun contoh naluri penulis.

Nah, itu tadi paparan tentang mental dan naluri penulis yang mungkin bisa jadi bahan renungan untuk kita semua.

Kenali diri Anda dan lingkungan Anda, lalu buatlah tulisan. Maka karya-karya yang kita hasilkan akan mengasah naluri penulis dalam diri kita.


"Menulis dan teruslah untuk menulis. Karena tulisanmu sesungguhnya adalah bentuk asahan dari nalurimu!"

(Imam Chumedi, Kompasianer)



Sumber:

-  https://dittawidyautami.blogspot.com/2021/01/menjadi-narasumber-di-wag-17-pelatihan.html?m=1

-  Materi KulWA Belajar Menulis



#(18)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Media Sebagai Sarana

Dokpri. Ilustrasi Media Ada banyak pengertian tentang media.  Media dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat berarti alat; alat (sarana) kom...